Gemuruh ombak yang terjatuh ke bebatuan, berlanjut menjadi desir air yang mengalir hingga ke sungai, riuhnya bagai ombak yang saling balapan untuk mencapai hulu perairan. Kesegarannya bagai mampu mengobati dahaga, ya Narkata, air terjun yang kerap dirindukan karena keindahannya yang mampu menentramkan kalbu di kala jenuh.
Air Terjun Narkata namanya, hingga kini belum ada yang menyadari siapa yang menggelari seperti itu, namun kiranya air yang terjatuh dari ketinggian 30 meter itu diselaraskan dengan nama salah satu perusahaan yang ada di kecamatan tersebut, tepatnya di Muara Wahau pedalaman Kabupaten Kutai Timur (Kutim).
Layaknya mutiara yang tersembunyi, Narkata merupakan destinasi wisata baru yang belum terjamah dan masih harus digali. Untuk mencapai tempat tersebut juga tidaklah mudah, aksesnya tergolong sulit ditempuh, hal ini membuat pelaku perjalanan harus berjuang untuk mencapai tempat indah. Sama halnya dengan berjuang mendapatkan mutiara di dasar lautan.
Nyaris menipis diantara aspal yang warnanya mulai memudar, tak lagi hitam seperti dulu kala, tak jarang roda kendaraan yang terus berputar itu harus terseok saat menerjang lumpur di jalan yang rusak. Seperti sudah bosan melalui parahnya akses, namun pengendara motor itu harus tetap menahan sabar, meski kerap terpaksa, namun pengemudi harus tetap mengendarai roda dua.
Sembilan jam berlalu, bertolak dari Sangatta hingga tiba di pintu rimba, saatnya menapaki jalur yang menantang. Bau samar-samar aroma hutan pasca hujan seperti menyambut malu-malu. Kadang tajam kadang hilang, sesekali merebak menusuk hidung, penjaga hutan terkadang menyambut gembira dengan cuitannya yang bergelora, suara asing lainnya kadang berkumandang saling bersautan.
Memang, hutan Kalimantan terkenal cukup sulit untuk ditaklukan. Apa lagi daerah ini areanya terkenal masih perawan sayang jika tersentuh belaian eksploitasi alam. Ah, biarpun ancaman itu tetap ada, namun setidaknya hingga saat ini kawasan itu masih bisa dijaga.
Jatuh-bangun menjaganya harus dilakukan. Seperti yang dilontarkan oleh salah satu pendatang, Tio, yang juga merupakan pengurus Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Kutim menyebut lokasi ini bukan seperti air terjun kebanyakan di pulau Jawa. Aksesnya tidak main-main, sehingga jika ingin berkunjung harus menyiapkan mental dan persiapan fisik yang memadai.
“Jika di Jawa air terjunnya mudah didatangi, apa lagi kalau jadi tempat wisata, tinggal datang langsung sampai. Kalau di Kutim, kita harus traking dulu selama 10 menit,” ujarnya saat diwawancarai.
Jika di tempat wisata pada umunya pengunjung dapat menempuh tanpa persiapan khusus, berbeda dengan si cantik Narkata, pendatang dituntut menyiapkan pula logistik yang memadai, kalau bisa, atur kalori agar mencupi dan memberi energi saat berjalan kaki.
“Kita harus siap fisik dan mental, perjalanannya saja harus melewati jalan sawit sama loging, kemudian masuk pintu air terjun Narkata, aksesnya agak sulit ditembus, jalanannya masih tanah hitam. Apa lagi setelah hujan, becek tidak beraturan,” tuturnya.
Naik turun perjalanan memang membuat energi sangat terkuras, harusnya makanan bergizi juga disiapkan sematang mungkin, mulai dari bekal makanan berat hingga camilan seperti coklat atau gula merah disarankan menjadi pendongkrak semangat.
“Kami atur ritme perjalanan, kalau capek istirahat sebentar,” tambahnya.
Melenggang tidak senyaman di panggung juga harus dihadapi saat beritikad menjenguk Narkata, upaya menyelamatkan diri dapat diantisipasi dari kaki. Setidaknya, jika mengenakan sepatu traking atau lebih dikenal sepatu gunung bisa sedikit mengantisipasi keamanan diri. Dia mengingatkan rombongan agar tak abai pada alat pelindung diri.
“Karena jalannya naik-turun begitu, saya minta pada Akbar, Martiana, Fajar, Dafa, Kukuh, Alan, Yela, Bayu, Teguh dan Putra supaya pakai kelengkapan adventure,” tambahnya.
Menurutnya, melestarikan paru-paru dunia sangatlah penting untuk keseimbangan alam. Ia meminta agar masayarakat yang ingin berkunjung dapat melestarikan hutan asri yang masih terjaga. Hindari vandalisme juga bawa kembali sampah yang dibawa. Serta membantu mempromosikan pariwisata yang ada supaya tetap terjaga.
“Saya inginnya bisa lebih mengedukasi pengunjung wisata, contohnya menjaga kebersihan, bawa kembali sampah. Serta membantu mengeksplor dengan cara menyebarkan ke sosial media, itulah salah satu bentuk kecil kita untuk melestarikan lingkungan serta mewariskan budaya,” Pungkas dia. (*)